Skip to main content

Mengapa ke Psikolog Anak?

Halo, semuanya!

Sudah lama nggak nulis tentang pengalamanku sebagai Ibu. Kangen juga hahaha. Kali ini aku mau share tentang pengalamanku yang beberapa kali memutuskan untuk berkonsultasi dengan Psikolog Anak.

Beberapa waktu yang lalu aku sempat share di Instagram bahwa aku dan suami membawa Kai ke Psikolog Anak untuk screening tumbuh kembang sekalian memastikan tipe sekolah apa yang cocok untuk Kai. Waktu itu banyak yang bertanya “Kenapa harus sampai ke psikolog?", "Ada apa dengan Kai?”. Bahkan ada juga yang komen “Saya jadi sedih anak-anak jaman sekarang kok banyak yang ke Psikolog. Kasihan sekali.”

Saat itu aku baru paham, ternyata masih banyak yang menganggap bahwa konsultasi ke Psikolog itu hanya kalau ‘ada apa-apa’ dan sesuatu yang tabu. Padahal, tidak harus menunggu ‘sesuatu yang serius’ loh untuk ke Psikolog Anak.

Throwback sedikit, pengalamanku berdiskusi dengan Psikolog Anak dimulai saat Kai masih di daycare (usia 1 tahun). Saat itu, pihak daycare memang memberikan fasilitas bagi orangtua untuk konsultasi dengan psikolog anak setiap bulannya. Walaupun tidak ada keluhan, dari setiap sesi konsultasi aku pasti mendapatkan insights baru tentang tumbuh kembang anak. Hal remeh temeh pun kadang aku tanyakan juga ke Psikolog karena mereka pasti punya jawaban berdasarkan keahlian dan ilmu mereka. Seremeh temeh apa? Dulu bahkan aku sempat bertanya “Kalau aku belikan mainan tembak-tembakan untuk Kai, ada efek negatifnya nggak sih?” Hihi.

Kemudian, saat usia 3 tahun (sudah tidak daycare) sempat kami bawa ke Psikolog Anak juga untuk screening tumbuh kembang lagi dan memastikan tipe sekolah yang cocok untuk Kai. Dan terakhir kali, saat usia 4 tahun kami bawa lagi ke Psikolog Anak karena kami serumah sempat kewalahan dengan Kai yang tiba-tiba frekuensi tantrumnya meningkat.

Jadi pada dasarnya, kami merasa ke Psikolog Anak itu bisa saat kami merasa ada keluhan ataupun tidak ada keluhan.

Saat screening tumbuh kembang kami merasa sebenarnya tidak ada keluhan. Dalam arti, Kai memenuhi check list yang ada di panduan tumbuh kembang anak. Tapi, jujur kami juga penasaran dengan point of view psikolog yang memiliki ilmu lebih dibanding kami yang awam terhadap tumbuh kembang anak. Sebagai Psikolog mereka pasti bisa ‘melihat’ apa yang tidak kita lihat. Contoh kecilnya, saat screening tumbuh kembang Psikolog memberi informasi kemampuan apa saja yang perlu ditingkatkan, dan apa saja kelebihan Kai. Kami senang sekali saat mengetahui informasi tambahan ini karena hal ini berguna banget untuk kami sebagai orangtua untuk menghadapi Kai di kemudian hari.  

Begitu juga saat kami menanyakan sekolah yang tepat bagi Kai. Sebagai orang tua tentu kami sudah memiliki preferensi sekolah tertentu berdasarkan penilaian kami pribadi. Tapi, kami merasa tetap perlu pandangan objektif pihak ketiga, dalam hal ini, Psikolog Anak bisa memberi insights sesuai dengann ilmunya berdasarkan hasil observasinya terhadap anak.

Terakhir, saat ada keluhan. Waktu itu kami benar-benar merasa ‘buntu’ dan capek luar biasa. Bayangin aja, setiap hari Kai bisa tantrum di setiap transisi kegiatan. Dari bangun tidur ke sarapan, dari sarapan ke mandi, dari mandi ke sekolah, dan seterusnya. Yang capek bukan hanya saya dan suami, tapi serumah. Hahahaha. Jujur udah baca-baca banyak artikel dan buku tentang penanganan tantrum, tapi ga ada yang berhasil. Mungkin saat itu aku, suami dan orang rumah udah keburu emosian juga ya saking capeknya. 

Akhirnya kami putuskan, udah deh ke Psikolog aja karena pasti dapet wejangan dan insights baru. Hasilnya gimana? Wah… hasilnya bagaikan habis ‘diisi bensin’. Kita diberikan banyak sekali nasehat, saran, dan pandangan dari Psikolog tentang Kai. Senangnya juga, kalau konsultasi Psikolog juga mereka itu selalu memvalidasi perasaan kita sebagai orang tua. Pas kita berdua curhat betapa kita Lelah dan capeknya menghadapi Kai di rumah kalimat yang keluar dari Psikolognya pasti kurang lebih “Iya.. pasti capek banget ya Bu..” atau “Wajar sekali Pak, jika Bapak merasakan hal tersebut…”. No judgement at all. Dan itu sangat menenangkan dan jadi penyemangat. Setelah konsultasi, kami praktekkan semua cara-cara yang disampaikan oleh Psikolog. Dalam seminggu-dua minggu tiba-tiba behaviour nya Kai juga membaik. Drastis. Marah, sedih, kesal tentu aja ada namanya juga manusia. Tapi Kai sudah jauh lebih bisa mengatur pelampiasan emosinya.   

Bervariasi sekali kan alasan untuk membawa anak ke Psikolog?

Mungkin banyak juga yang bingung kenapa akhir-akhir ini banyak yang berkonsultasi ke Psikolog atau ke Psikiater dan mengkasihani orang-orang tersebut. Menurut aku malah justru bagus karena berarti saat ini semakin banyak yang aware dengan kesehatan mental. Sementara jaman dulu mungkin belum banyak yang aware makanya masih sedikit yang ke Psikolog atau Psikiater.

Jadi ini bukan hal yang tabu ya Buibu. Bertanya dan berdiskusi dengan Psikolog Anak itu hal yang wajar dan bermanfaat sekali bagi anak dan orangtua. Berkonsultasi dengan Psikolog secara berkala menurutku juga merupakan salah satu ikhtiar untuk menjaga kesehatan mental kita dan anak-anak. Yaa.. seperti medical check up aja :D. Seperti Dokter yang merupakan support system untuk kesehatan badan, Psikolog juga merupakan support system kita dari sisi kesehatan mental.

Apalagi saat ini akses untuk konsultasi dengan Psikolog juga semakin mudah. Contohnya di Ruang Tumbuh, Rumah Dandelion, dan Tiga Generasi. Biayanya juga bervariasi. Kalau bingung memilih psikolog, biasanya admin juga akan bertanya keluhannya apa dan biasanya akan diarahkan ke Psikolog yang tepat.

Oh iya, buat yang penasaran jika membawa anak konsultasi ke Psikolog Anak bagaimana cara mereka mengobservasinya? Biasanya tergantung usia ya Buibu. Kalau anak yang kira-kira sudah bisa ditinggal sendiri dengan Psikolog biasanya orang tua akan menunggu dulu di luar kemudian setelah observasi selesai baru mengobrol dengan Psikolognya. Jika masih harus didampingi, ya biasanya dalam satu ruangan ada Psikolog Anak, orang tua, dan si anak. Kalau dari pengamatan aku sebagai orang awam, biasanya anak diajak bermain dan mengobrol dengan Psikolognya. Jadi sifatnya bukan yang serius dan kaku gitu. Anak-anak pasti merasanya seperti kegiatan bermain saja.

Sekian sharingku tentang berkonsultasi dengan Psikolog Anak. Semoga bermanfaat ya! :)

 

Sampai jumpa lagi,

Diandra

Comments

Popular posts from this blog

Review dan Rekomendasi Dokter Spesialis Anak (DSA) Jakarta Selatan

Hi, everyone! It’s been a while. Kali ini aku mau bahas kembali tentang Dokter Spesialis Anak. Kenapa dibahas lagi? Karena sejak setahun terakhir ini, Kai sempet beberapa kali ganti dokter karena sering kali nggak dapet slot antrian Dokter Margareta Komalasari (Dokter Eta). Padahal selama ini udah cocok banget sama Dokter Eta :(. Paling sedih itu sebenernya kalau dadakan butuh konsul, pasti slotnya udah full atau antriannya panjang sekali.'   Beberapa kali pernah sih, karena urgent kita sampai telepon ke Dokter Etha langsung biar bisa ‘diselipin’. Tapi nggak mungkin kayak gitu terus kan. Selain nggak enak sama pasien lain yang antri, suka atut juga aku tuh dijutekin sm suster-suster poli :p. Semenjak kita sering kesulitan dapet slot antrian Dokter Eta, mau nggak mau aku harus cari opsi lain. Sekarang kriterianya jadi nambah : Dokter friendly, RUM, dan antriannya nggak panjang! Hahahaha. Padahal ya sebenernya kalau dokter friendly dan RUM udah pasti banget jadi dok

Dokter Spesialis Anak (DSA) Kaibirru

Hai all! Wah, udah lama gak update blog ya… haha. Barusan abis blogwalking terus tiba-tiba keinget sama blog sendiri yang udah lama terbengkalai~. Anyway, kali ini aku mau bahas tentang dokter spesialis anak Kai yang sempet gonta-ganti sekian kali haha. Seperti yang udah aku ceritakan sebelumnya, Kai lahir di RS Mitra Keluarga Depok. Nah, setelah lahir DSA yang memeriksakan adalah Dokter Yusnita. Aku cuma beberapa kali aja ngobrol sama beliau selama di rumah sakit, dan selanjutnya cuma vaksin sekali karena aku mau coba cari DSA lain yang siapa tahu lebih sreg di hati hehehe. Setelah baca-baca review orang akhirnya aku konsul ke Dokter Rastra di Hermina Depok. Namun sayangnya, aku kurang cocok sama beliau. Mungkin karena aku prefer dokter yang lebih “bikin adem” dan friendly kali ya. sementara dokter Rastra ini tipe yang blak-blak an kalo ngomong. Apalagi waktu itu aku baru banget melahirkan, masih baby blues pula. Sensitifnya ampun-ampunan haha. Emang perkara DSA ini coc

Review Daycare Depok

Hai semuanya! Sesuai dengan story Instagram ku beberapa waktu yang lalu, aku mau share soal daycare-daycare di Depok. Salah satu alasanku memulai survey daycare ini adalah karena aku ada wacana untuk bekerja kembali dalam waktu dekat. Mungkin banyak yang bingung kenapa aku memilih daycare padahal di rumah sebetulnya masih ada Enin-nya Kai dan ART. Tapi untuk hal itu, nanti aku bikin post sendiri aja ya. Untuk post kali ini aku akan fokus membahas daycare-daycare yang sudah aku survey di area depok. A. RUMAH CERDAS Jujur, Rumah Cerdas sebetulnya adalah kandidat utama kami pada awalnya. Mengapa? Karena lokasinya yang dekat dari rumah (lokasinya masih di dalam komplek rumah kami), dan pernah baca beberapa review juga katanya Rumah Cerdas ini cukup oke. Guru/ Pengasuh Saat kami sampai disana, kami disambut oleh salah satu guru pengasuh. Kesan yang kami dapat pertama kali adalah guru-gurunya sangat keibuan dan penyabar. Karena terlihat beberapa anak  attached  dengan