Skip to main content

Pusingnya Mencari Sekolah untuk PAUD Saat Pandemi

Halo semuanya!

Hari ini aku mau berbagi tentang kebingungan aku dua tahun lalu saat mencari KB/TK (PAUD) untuk anakku yang pertama. Waktu itu aku sudah sempat share sedikit di Instagram juga, dan ternyata banyak yang merasakan kebingungan yang sama. Singkat cerita, waktu itu aku mendaftarkan Kai di sekolah swasta islam di dekat rumah. Kami survey sekolah ini udah dari cukup lama. Secara umum sebenarnya sekolah ini memenuhi syarat utama sekolah untuk anak kami yaitu non-academic oriented. Nilai plus lainnya adalah sekolah ini berbasis agama islam, dan lokasinya cukup dekat dari rumah.

Beberapa bulan setelah kami mendaftarkan anak kami. Jeng jeng…. Pandemi justru semakin parah dan berujung anak-anak wajib sekolah daring (online). Jadilah segala ekspektasi tentang anak happy saat sekolah buyar. Yang terjadi justru tantrum setiap hari, apalagi saat sesi zoom. Kai bisa berlari-lari sampai menuju pagar rumah saking gak maunya sekolah daring. Paling parah, Kai pernah sampai melempar laptop saking frustasinya. Saya sebagai Ibunya juga semakin tertekan karena merasa tidak mendapat dukungan dari guru-guru bahwa apa yang terjadi itu wajar, atau setidaknya saran kegiatan alternatif. Menurut saya, hal itu terjadi karena guru-guru juga masih beradaptasi dengan sistem sekolah daring. Seringkali saya merasa jadwal yang diberikan mendadak, sinyal yang tidak stabil, dan ditambah banyak penggunaan bahasa arab dan doa yang saat itu belum Kai mengerti. Di satu sisi saya mencoba mengerti Kai bahwa memang fasenya belum bisa fokus dengan kegiatan online seperti itu, tapi lama-lama ya tetap saja kepikiran. Duh, pokoknya bingung deh menghadapinya.

Semakin parah lagi, Kai beberapa kali sering mengucapkan term Bahasa Inggris yang tidak ditangkap oleh gurunya. Wah, udah deh… perang dunia rasanya di rumah. Terakhir, saya sampai curhat ke gurunya, “Bu, Kai nya marah-marah terus kalo zoom.” Dan direspon, “Oh, kurang lama ya, Bu sesi zoomnya?”. Saat itulah saya langsung mengadakan rapat urgent dengan suami untuk mencari jalan keluarnya.

Saat itu saya dan suami berpikir, uang yang kita bayarkan jadinya buat apa ya? Fasilitas gak dapet karena pandemi. Setiap zoom anaknya gak mau, dan kami sebagai orang tua juga tidak mendapatkan panduang kegiatan alternatif. Akhirnya dengan berat hati kami memutuskan untuk cuti (diikuti dengan berhenti) sekolah. Uang pangkal melayang berjuta-juta, nyesek. Tapi gimana lagi. Kasihan anaknya.

Tahun 2021, tadinya kami berpikir untuk tidak menyekolahkan Kai dulu. Tapi ternyata saya tetap butuh pedoman untuk kegiatan Kai secara konsisten. Karena jujur, tanpa panduan apapun saya clueless dan mati gaya banget di rumah. Dari pengalaman tahun sebelumnya, kami belajar tentang menentukan prioritas saat memilih sekolah terutama saat pandemi. Apakah fasilitas? Metode belajar? Kualitas SDM? Pendidikan agama?

Setelah diskusi panjang dan berkali-kali, dan bersepakat bahwa tujuan utama menyekolahkan Kai adalah Kai menjadi pribadi yang senang belajar, berdaya dan mandiri, akhirnya kami temukanlah prioritas kami dalam mencari sekolah yaitu kualitas SDM dan metode belajar yang tepat untuk Kai. Selain itu, karena saat ini pandemi, kami mencari sekolah yang sigap dengan pergantian sistem dan peraturan. Pandemi ini kan membuat keadaan tidak menentu ya. Tiba-tiba sekolah wajib online sepenuhnya, lalu berganti lagi menjadi Pertemuan Tatap Muka Terbatas, kemudian Tatap Muka 100%, dan bukan tidak mungkin tiba-tiba harus kembali online. Maka dari itu sekolah yang adaptif perubahan kondisi yang fluktuatif ini menjadi salah satu syarat mutlak kami saat mencari PAUD untuk anak kami.

Waktu itu banyak yang tanya juga bagaimana caranya cari sekolah yang tepat? Kira-kira yang aku lakukan sampai menemukan sekolah yang tepat adalah seperti ini:

  • Tentukan prioritas dan tujuan pendidikan anak. Obrolan ini bisa panjang lho. Apalagi kalau suami dan istri memiliki perbedaan latar belakang sekolah sebelumnya.
  • Karena aku tipe orang yang selalu memerlukan opini dari orang yang aku anggap kredibel dan objektif, aku mengajak Kai ke psikolog anak untuk screening tumbuh kembang sekaligus memastikan sekolah seperti apa yang cocok dengannya. Saat itu kami dapat input bahwa sekolah yang non academic oriented, atau sekolah kreatif cocok untuknya.
  • Googling. Ini adalah hal paling mudah tapi paling informatif menurutku. Dari mulai cari lokasi, dan review. Reviewnya bisa baca dimana? Banyak orang tua yang share melalui blog, atau forum. Bisa juga dicek di google review sekolah tersebut. Banyak-banyak aja baca, dan jangan males perhatiin setiap komennya karena biasanya ada aja spill tipis-tipis tentang komunitas orang tuanya atau bahkan tentang bullying. Lebih ideal lagi juga kalau bisa dapet real review dari orang tua yang sudah menyekolahkan anaknya di sekolah tersebut ya.
  • Kalau sudah mulai bisa membuat short list sekolah, coba mulai cari instagramnya. Rata-rata sekolah jaman sekarang sudah cukup informatif di media sosial. Bahkan untuk bertanya biaya dan kurikulum sekolah bisa melalui whatsapp/e-mail.
  • Untuk yang concern dengan kualitas SDM, bisa cek SDM sekolah tersebut di linkedin. Sementara, yang concern dengan tipe orang tua di sekolah tersebut, bisa lihat location sekolahnya di Instagram atau tagged photos sekolah tersebut. Bisa kok dapet banyak informasi dari inevstigasi kecil-kecilan seperti ini. Hahahaha.
  • Survey ke lokasi. Saat pandemi mungkin agak sulit ya melakukan survey ke lokasi ini. Tapi apabila memungkinkan, cara ini bisa dicoba. Sebisa mungkin juga survey saat kegiatan sekolah sedang berlangsung, jadi kita bisa lihat interaksi antar murid dan guru.
  • Trial. Mau secocok apapun orang tua dengan sekolahnya, tetap paling penting perhatikan kebutuhan anak. Apakah terpenuhi di sekolah tersebut? Apakah dia happy? Kalau anak sudah lebih besar mungkin sudah bisa diajak memilih ya. Namun karena Kai juga masih toddler, kami hanya memperhatikan respon ia saat trial dan mencoba mencari tahu apa yang ia rasakan setelah trialnya selesai. Tips tambahan, mengingat kondisi yang tidak menentu saat ini, bisa juga trial dengan metode online sekolah tersebut. Jadi orang tua bisa menilai apakah dengan sistem online pun si anak cocok dengan sekolah tersebut.

Lanjut lagi tentang pencarian sekolah untuk anakku, akhirnya kami memutuskan untuk mendaftarkan anakku di swasta umum dengan metode pembelajaran tematik bersumber dari literatur anak. Seluruh list prioritas ada di sekolah ini, begitupun dari segi biaya. Nilai minusnya adalah, jauh dari rumah. Namun mencari sekolah kan memang tidak mungkin ideal 100% ya, pasti ada yang harus dikompromikan. Akhirnya kami memutuskan untuk mengkompromikan perihal jarak ini.  

Kira-kira itulah sekelumit ceritaku saat pusing cari sekolah saat pandemi. Semoga bisa bermanfaat ya!

Comments

Popular posts from this blog

Review dan Rekomendasi Dokter Spesialis Anak (DSA) Jakarta Selatan

Hi, everyone! It’s been a while. Kali ini aku mau bahas kembali tentang Dokter Spesialis Anak. Kenapa dibahas lagi? Karena sejak setahun terakhir ini, Kai sempet beberapa kali ganti dokter karena sering kali nggak dapet slot antrian Dokter Margareta Komalasari (Dokter Eta). Padahal selama ini udah cocok banget sama Dokter Eta :(. Paling sedih itu sebenernya kalau dadakan butuh konsul, pasti slotnya udah full atau antriannya panjang sekali.'   Beberapa kali pernah sih, karena urgent kita sampai telepon ke Dokter Etha langsung biar bisa ‘diselipin’. Tapi nggak mungkin kayak gitu terus kan. Selain nggak enak sama pasien lain yang antri, suka atut juga aku tuh dijutekin sm suster-suster poli :p. Semenjak kita sering kesulitan dapet slot antrian Dokter Eta, mau nggak mau aku harus cari opsi lain. Sekarang kriterianya jadi nambah : Dokter friendly, RUM, dan antriannya nggak panjang! Hahahaha. Padahal ya sebenernya kalau dokter friendly dan RUM udah pasti banget jadi dok

Dokter Spesialis Anak (DSA) Kaibirru

Hai all! Wah, udah lama gak update blog ya… haha. Barusan abis blogwalking terus tiba-tiba keinget sama blog sendiri yang udah lama terbengkalai~. Anyway, kali ini aku mau bahas tentang dokter spesialis anak Kai yang sempet gonta-ganti sekian kali haha. Seperti yang udah aku ceritakan sebelumnya, Kai lahir di RS Mitra Keluarga Depok. Nah, setelah lahir DSA yang memeriksakan adalah Dokter Yusnita. Aku cuma beberapa kali aja ngobrol sama beliau selama di rumah sakit, dan selanjutnya cuma vaksin sekali karena aku mau coba cari DSA lain yang siapa tahu lebih sreg di hati hehehe. Setelah baca-baca review orang akhirnya aku konsul ke Dokter Rastra di Hermina Depok. Namun sayangnya, aku kurang cocok sama beliau. Mungkin karena aku prefer dokter yang lebih “bikin adem” dan friendly kali ya. sementara dokter Rastra ini tipe yang blak-blak an kalo ngomong. Apalagi waktu itu aku baru banget melahirkan, masih baby blues pula. Sensitifnya ampun-ampunan haha. Emang perkara DSA ini coc

Review Daycare Depok

Hai semuanya! Sesuai dengan story Instagram ku beberapa waktu yang lalu, aku mau share soal daycare-daycare di Depok. Salah satu alasanku memulai survey daycare ini adalah karena aku ada wacana untuk bekerja kembali dalam waktu dekat. Mungkin banyak yang bingung kenapa aku memilih daycare padahal di rumah sebetulnya masih ada Enin-nya Kai dan ART. Tapi untuk hal itu, nanti aku bikin post sendiri aja ya. Untuk post kali ini aku akan fokus membahas daycare-daycare yang sudah aku survey di area depok. A. RUMAH CERDAS Jujur, Rumah Cerdas sebetulnya adalah kandidat utama kami pada awalnya. Mengapa? Karena lokasinya yang dekat dari rumah (lokasinya masih di dalam komplek rumah kami), dan pernah baca beberapa review juga katanya Rumah Cerdas ini cukup oke. Guru/ Pengasuh Saat kami sampai disana, kami disambut oleh salah satu guru pengasuh. Kesan yang kami dapat pertama kali adalah guru-gurunya sangat keibuan dan penyabar. Karena terlihat beberapa anak  attached  dengan